Prinsip-prinsip Charlotte Mason dalam Pendidikan Karakter Anak


“Sepertinya ada yang belum terjawab? Kenapa ya?” kata Charlotte Maria Shaw Mason di setiap malam yang tenang di kamarnya dikala ia mengevaluasi ragam pemikiran filsuf masa lalu. Kira-kira mungkin seperti itu reka ulang imajinasi saya ketika membayangkan situasi yang terjadi puluhan tahun silam

Bertahun-tahun mempelajari tentang pemikiran para filsuf terdahulu dan menjadi praktisi pendidikan membuat Charlotte Mason (CM) resah, gelisah dan tidak puas. Seperti ada kurang dan belum menjawab hal-hal yang penting seutuhnya dalam pendidikan, dalam hidup. Apalagi ketika melihat sistem pendidikan Inggris dan Eropa pada saat itu dimana terlihat banyak kegagalan. Banyak saran, opini, model dan modul terhadap sistem pendidikan tapi belum menjawab pendidikan karakter yang bisa lebih adaptif terhadap situasi, lebih holistik dan berlandaskan hukum kebenaran yang universal.

Keresahan yang dirasakan oleh CM terasa sekali dari paparan Mba Ayu di kelas fondasi CM bagian kedua yang menceritakan tentang usaha CM selama 30-40 tahun untuk menguji segala metode pendidikan dengan menggunakan proses induktif dan aplikatif. Perjalanan CM akhirnya membuahkan suatu bentuk, suatu panduan, bukan dalam metode kaku, tapi dalam prinsip. Ya, prinsip. Sebuah kata yang membuat kami para peserta bingung dan merasa ‘malam Sabtu ini lumayan berat yah’ 🙂

Apa itu prinsip? Apakah di dalam prinsip ada motif? Apakah prinsip itu sesuatu yang pasti akan berlaku setiap waktu dalam setiap individu? Prinsip kamu apa?

Pertanyaan demi pertanyaan hadir dalam diskusi. Ini membuat saya semakin berpikir dan kembali mempertanyakan tujuan dari pendidikan yang muncul di pertemuan pertama.

Ada apa dengan prinsip dan kenapa harus prinsip dalam pendidikan anak?

Prinsip sangat penting dalam filosofi pendidikan CM. Prinsip akan menjadi fondasi dan landasan individu (misalnya anak) akan merespon dan bertindak terhadap suatu hal. Prinsip akan memandu manusia untuk bertindak selaras dan melakukannya dengan penuh kesadaran. Sesuatu bisa jadi prinsip, bukan hanya dibicarakan saja, tapi juga dipahami. Dengan adanya prinsip, pendidikan akan lebih adaptaif tidak lagi mengkotak-kotakan metode yang dipakai tapi akan lebih menyesuaikan dengan situasi keluarga, lingkungan, dan tak lekang oleh waktu.

Lalu apa saja prinsip atau butir dalam pendidikan CM?

Prinsip dalam memandang anak: anak sebagai individu yang utuh

  • Dalam memandang anak, kita menerapkan sudut pandang dan harus memahami betul bahwa anak merupakan manusia yang dari lahir mempunyai kepribadian yang utuh. Setiap anak sudah punya template-nya masing-masing dan bukan sebagai ember kosong atau kertas kosong yang bisa diisi sesuka hati secara otoriter tanpa kesepakatan
  • Cara berkomunikasi dan berelasi dengannya, sama dengan kita berelasi dengan manusia lainnya. Setara, semartabat, dan saling menghargai. Kesepakatan, sadar akan haknya dalam menentukan pilihan, dan memfasilitasinya untuk bisa belajar memenuhi kewajibannya adalah bagian dari proses pemenuhan prinsip
  • Yang perlu dipahami adalah, bahwa anak tidak pakem baik dan buruk tapi ada kemungkinan baik dan buruk

Prinsip dalam otoritas dan ketaatan: keduanya bersifat alamiah dan dibatasi oleh respect

  • Otoritas dan ketaatan berlaku bagi semua orang, baik diterima atau tidak itu adalah sesuatu yang alamiah yang harus dipenuhi untuk menciptakan keharmonisan
  • Namun dalam menerapkannya kepada anak, kita sebagai orang tua harus menghargai kepribadiannya, karena otoritas bukanlan lisensi untuk menyakiti anak.
  • Orang tua dilarang mempermainkan rasa cinta, rasa takut, sugesti, atau kharisma, atau hasrat-hasrat alamiah anak lainnya

Prinsip dalam instrumen pendidikan: Pendidikan adalah atmosfir, disiplin, kehidupan

  • Pendidikan adalah atmosfir ini saya memahami bahwa anak mempunyai kebebasan dalam berpikir dan belajar dari aktivitas alamiah kesehariannya yang nyata. Bukan menciptakan atmosfir yang dibuat-buat atau artifisial
  • Pendidikan adalah disiplin – sesuatu yang dilakukan secara rutin, terencana, sehingga melahirkan kebiasaan-kebiasaan yang positif yang berkelanjutan. Bukan dengan paksaan, tapi dengan berkesadaran. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi habit.
  • Pendidikan adalah hidup. Ragam pengetahuan, wawasan, gagasan adalah hak anak untuk mendapatkannya. Orang tua didorong untuk memfasilitasinya ketika anak yang secara naluri dan alamiah mempunyai rasa ingin tahu dengan hal tersebut. Karena ini akan menjadi bekal hidup seiring tumbuhnya usia. Mungkin di usia awal anak, orang tua sebagai mentor, tapi seiring berkembangnya usia, orang tua bisa saja menjadi teman belajar bersama.

Prinsip dalam penerapan instrumen pendidikan: paham tentang perilaku akalbudi dan betapa luar biasanya pikiran dan kemampuan anak dalam belajar

  • Akalbudi adalah berkah Sang Pencipta yang ada dalam anak kita. Akalbudi ini dirancang untuk menerima, mengolah pengetahuan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu, melatih anak untuk memanfaatkan akalbudinya sangat perlu dilakukan.
  • Akalbudi bersifat aktif, tidak pasif. Metode belajar dengan narasi yang indah, berdiskusi, dan mengaitkannya dengan hal-hal nyata yang ada di sekitarnya lebih penting dibanding membebani anak dengan tsunami informasi.
  • Menyajikan fakta dan alasan dalam menyajikan ide sesuai dengan minat, bukan sebagai doktrin tanpa latar belakang.
  • Menggunakan pendekatan yang kontekstual dalam setiap topik pendidikan. Sehingga anak bisa menghubungkan dan merelasikan pengetahuan tersebut dengan masalah atau kebutuhan yang ada. Bukan pengetahuan yang akhirnya tidak ada manfaatnya.
  • Rancang kurikulum tanpa membedakan kelas sosial (prinsip kesetaraan) dengan mempertimbangkan tiga aspek: kuantitas, variasi, dan kualitas
  • Prinsip sekali baca (single reading) kemudian dinarasikan harus disiplin dilakukan. Bukan dengan model pengulangan terus menerus yang melemahkankan. Pengetahuan hanya akan menjadi hafalan saja jika proses pengulangan bacaan dilakukan. Untuk anak bisa memiliki pengetahuan tersebut harus dinarasikan dan dipraktikkan.

Prinsip dalam pembimbing pertumbuhan moral dan intelektual anak: mengenalkan hukum kehendak (the way of the will) dan hukum nalar (the way of reason)

  • Anak diajari agar bisa membedakan keinginan dan kebutuhan, sehingga ia bisa mempunyai kemampuan dalam berkehendak. Pengalaman mencoba kegiatan secara spontan, baik berhasil ataupun gagal merupakan proses pertumbuhan moral dan intelektual yang baik. Cara ini tidak membunuh orisinalitas karakternya.
  • Anak diajari cara mengelola nalar terhadap sesuatu ide, gagasan, atau situasi yang harus ia kehendaki. Tujuannya agar ia bisa menentukan pilihannya secara sadar, tahu resiko, tidak asal-asalan. Pada akhirnya anak bisa belajar kecewa dan bahagia dari pilihannya itu.

Prinsip dalam menerapkan kebenaran: sains dan spiritual tidak terpisah. Keduanya saling melengkapi

  • Kebenaran universal adalah kebenaran yang berlaku dan hadir dalam setiap insan, karena kebenaran itu berasal dari Tuhan.
  • Kebenaran yang didapat dari proses sains dan spiritual bisa diterima oleh anak sebagai kebeneran yang memandunya untuk seimbang dalam hidup di dunia

Menarasikan prinsip CM ini membuat saya dan istri punya sekali banyak PR, bukan PR bagi anak tapi bagi kami sebagai orang tua. Karena pada hakikatnya prinsip yang adaptif terhadap ragam situasi keluarga, lingkungan dan jaman ini akan bisa jadi prinsip kami ketika kami paham dan mencoba menerapkannya sedikit demi sedikit dalam keseharian. Mudah untuk dibaca butuh proses dan usaha untuk bisa diinternalisasi dalam perjalanan berlajar caranya hidup saya, Fety, dan Rangga.

,

Tinggalkan komentar, curhat juga boleh kok

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: